Cari Blog Ini

Selasa, 15 Februari 2011

PEMILIK HATI YANG TERKUBUR

Sekian lama aku menunggu untuk kedatangan mu…Bukan kah engkau telah berjanji kita jumpa disini …Datanglah, kedatanganmu kutunggu …T`lah lama, telah lama ku menunggu …(ridho rhoma)

Sebuah kutipan lagu yang pernah dipopulerkan oleh Ridho Rhoma ditahun 2009 ini menjadi ungkapan jiwa yang akan aku simpan dalam lubuk hati yang terdalam dan akan aku kubur bersama penantian yang tak sempurna.

Sekian lama aku terbungkam dalam tajamnya sepi, aku lewati dalam keceriaan,,, namun semua semu, gelap dan menusuk rongga rongga hati, aku terjatuh dan melangkah kedalam gerbang yang amat sempit. Tatapan hampa bagai angin yang tak berirama, tak ada setitik cahaya melintas dalam kalbu ini. Pengalaman hidup yang ku alami telah menorehkan tinta yang amat tebal dalam diary kehidupan. Halaman demi halaman tertulis didalamnya. Indah memang, namun tak selamanya itu indah. Ada duka yang memberi hiasan dalam cerita ini. Menyakitkan namun itulah kenyataan.

Berawal dari penantian yang amat panjang, aku berdiri dengan harapan hampa, keteguhan hati amat mengikat diri ini untuk terus menanti dan menanti. Tak ada yang salah dalam diriku, hanya saja aku terus berharap dan berusaha untuk kebahagiaan sang pemilik hati.

Cinta, siapa yang tak kenal cinta sang penakluk hati setiap insan yang memiliki hati, bergemuruh setiap jiwa yang merasakan cinta, seolah terbuai dan tenggelam dalam gelora asmara sang penakluk hati ini. Alangkah indah apabila gurun pasir yang begitu gersang ditumbuhi dengan rindangnya pohon-pohon hijau, burung-burung yang melantunkan nyanyian indah bersama irama angin yang menghembus jiwa dan hati. Begitupun lembaran kehidupan akan terasa indah.

Ketika hati dan cinta merajai dunia, yang ada adalah kedamaian. Aku adalah salah satu wanita dari jutaan wanita di dunia yang tidak mengenal apa arti hidup yang diiringi cinta. Bertahun-tahun hatiku hampa dalam relung-relung asmara. Mencoba bangkit namun aku sadari siapa aku. Kutatap ribuan kali awan kelam yang menghampiri, aku terjatuh dan terpaku melihatnya. Sayup melodi terdengar, aku pun hanya membisu. Mencari sebuah arti tentang makna cinta.

Wahai yang maha melembutkan hati, sadarkan siapa aku sesungguhnya, yang hidup mencari cinta, kedamaian, keikhlasan, ketulusan dan kejujuran pada setiap insan yang kucoba temui. Namun tiada sedikit cahaya dalam dada mereka yang dapat menyentuh kalbuku. Setiap detik aku berharap akan kebaikan pada diriku. Namun Engkau belum juga menghadapkanku pada sosok yang elok, berhati mulia, dan penuh kedamaian.

Kapankah aku temui ya Rabb..hati ini telah rindu akan cinta, cinta yang sesungguhnya darimu..ataukah harus ku kubur ini semua dengan tetap hanya mencintaimu. Aku menanti dan terus berharap padaMu Yang Maha Penenang Kalbu..

Ohh Kereta Ohh Derita...

(foto:www.google.com)
Kadang hari itu berubah dengan cepat, seandainya aku bisa mengatur semua waktu dan hari…mungkin aku akan lebih baik dari hari ini.
Tantangan disebuah kota Jakarta dengan begitu banyak hal, membuatku terpaksa harus lebih berusaha, dan mandiri. Aku ingin sekali hidup bahagia dengan serba kecukupan, namun tantangan dihadapanku sangat sulit aku kejar. Begitu banyak cerita yang harus kutorehkan dalam sehelai kertas, dengan pikiran yang serba kacau lalu kubuatlah cerita hati.
Pagi itu aku terbangun dengan mata yang masih terpejam, rambut kusut, dan tempat tidur dengan bantal yang berantakan. Aku teringat langsung pada arah jarum jam yang berdetak diatas meja belajarku.
“Ha?! Jam 7.20, keretaaaaaaaaaku?” telaaaaaatt.
Dengan sigap aku langsung meraih handuk yang berada di atas daun pintu kamarku.
Braaakkk….bunyi suara pintu yang baru saja aku buka. Tiba-tiba gantungan yang ada diatas daun pintu kamarku terjatuh dan mengenai kepalaku. “aw aw aw sakiiit lumayan dari pada gw manyun dah!.”
Dengan berwajah cemas, aku pun melewati kamar adikku Fitri, yang letaknya persis disebelah kamarku. Namun,
ciiiit….GUBRAK…!”lalu aku terjatuh dan terjatuh lagi.” Tidak lain dan tidak bukan persis seperti lagu yang pernah dinyanyikan vokalis band ternama peterpan. Ternyata lantai yang kulewati baru saja di-pel oleh adikku.
Betul-betul hari yang teramat sangat menyedihkan, sudah jatuh tertimpa tangga.
Tapi aku tetap bergegas mandi, dan lagi lagi kuarahkan kedua bola mataku ke arah jarum jam. Waktu terus berjalan, aku pun semakin bertambah cemas. Habis sudah yang ada dipikiranku hanya kereta-kereta dan kereta. Memang kereta sudah menjadi bagian dari aktivitas hidupku sehari-hari. Kereta yang mengantarkanku dari arah Serpong-Jakarta ini kadang jadwal perjalanannya tidak menentu. Maklum saja terkadang alasan utamanya adalah kereta silang, sangat membosankan. Alasan yang sungguh klasik.
Setelah aku selesai mandi dan mengenakan pakaian aku pun langsung mengambil tas, dan meminta uang pada ibuku.
“Bu, minta duit?” pintaku sambil melihat-lihat jam tangan.
Kemudian ibuku memberikan uang cukup untuk pulang pergi dan makan. Beruntung hari ini hasil penjualan makanan orangtuaku habis terjual.
Tidak lupa aku pun mencium tangan ibuku dan bergegas berangkat, dengan terburu-buru, dan akhirnya terpaksa aku menyewa ojek motor yang ada di depan rumahku. Selama perjalanan aku berharap bisa tiba tepat waktu.
Ternyata setelah aku tiba rangkaian kereta yang biasa aku tumpangi ke Jakarta melambaikan tangannya. Itu artinya keretaku pergi sudah. Tinggal rasa kesal di dada, sesak di hati, ingin ku teriak… AAAAAAA
Cukup sudah penderitaan hari itu, dengan rasa kecewa aku pun berniat menghubungi teman sekampusku Rina. Dan mungkin inilah penderitaan paling terakhir ternyata telepon genggamku tertinggal. Ya Allah…semoga ini menjadi deritaku yang paling akhir.
Oh keretaku…! (Dasar ga punya etika udah cape-cape ngejar malah ditinggalin) ;p